Feb 16, 2010

Pesan dari Nam - Message from Nam



By : Danielle Steel
Published : 2005 by Gramedia Pustaka Utama (first published 1990)
Details : 504 pages
isbn : 9792211551

Rating : 4 of 5 stars
Bookshelves : buku-hadiah, my-shelf
Status : Read in October, 2009

……..
Harapan-harapan seluruh bangsa,
seluruh generasi
Di kirim ke perang

Sekelompok pria tua
Memimpin seluruh anak-anak kita ke kematian
Sementara kita melihat dalam ketakutan, dalam kesakitan.
Dengan rasa tak percaya
Bahwa kita harus kehilangan begitu banyak anak kita

..........

Cerita ini dibangun dari keadaan pada akhir tahun 60 – awal tahun 70’an yang terjadi di Amerika dan Vietnam. Dibangun dari konflik kedua negara tersebut yang meminta banyak korban dari kedua belah pihak.

Paxton Andrews kehilangan kekasihnya Peter yang tewas di Da Nang, Vietnam ketika mengikuti wajib militer. Rasa kehilangan dan kekecewaan membawanya ke Vietnam sebagai seorang wartawati untuk melihat apa yang sesungguhnya terjadi di sana.

Ternyata perang Vietnam merenggut semua orang-orang yang dicintainya… Peter, Bill, sahabatnya Ralph dan France, dan kemudian Tony. Perang Vietnam telah meninggalkan bekas yang amat dalam bagi Paxton (dan saya yakin, bagi semua orang yang mengalaminya), menjadikannya sosok manusia yang hidup seperti tanpa jiwa. Kematian demi kematian yang dilihatnya menimbulkan luka abadi di jiwanya.

Steel mengemas cerita ini dengan sangat apik. Konflik yang dibangun terasa begitu hidup dan pesan moral yang disampaikan begitu menyentuh. Kisah cinta yang dibangunpun terasa sangat wajar dan tidak cengeng. Usaha Paxton untuk menemukan kekasihnya, Tony yang dinyatakan ‘hilang dalam tugas’ sangat menyentuh. Kekuatan cinta menjadikannya cukup ‘gila’ untuk kembali ke Vietnam dengan menanggung resiko yang sangat besar.

Dari Vietnam, Paxton menulis kolom “Pesan Dari Nam” untuk Koran The Morning Sun di San Fransisco. Ia menuliskan segala kebenaran (kegilaan, kepedihan, kehancuran, kehilangan) yang ia lihat di sana. Tulisannya membuka mata banyak pihak untuk melihat kesombongan negaranya untuk mengakui kesia-siaan sebuah perang yang telah meminta begitu banyak korban… meninggalkan begitu banyak luka dan penderitaan…

Perang pada kenyataannya tidak pernah dimenangkan oleh pihak manapun juga… perang adalah kekalahan yang harus ditanggung oleh pihak-pihak yang terlibat… kalah karena gagal menundukkan kesombongan diri. Kesombongan yang harus dibayar mahal dengan mengorbankan begitu banyak putra-putra terbaik mereka. Bukankah akan lebih bermartabat sebuah bangsa bila para pemimpinnya bisa membicarakan perselisihan dengan kepala dingin dalam suatu perundingan dan mencari penyelesaian tanpa kekerasan… karena peperangan, apapun alasannya, hanyalah sebuah kesia-siaan.

..........

Ingat teman-teman, ingat….
Anak-anak yang meninggal
Yang hidup, yang menangis
Anak-anak yang berperang di Nam.

Thank you to Mas Ade for giving me this book. I really like it.

No comments:

Post a Comment