Mar 2, 2010

Bekisar Merah



By : Ahmad Tohari
Published : 1993 by Gramedia Pustaka Utama
Details : Softcover, 312 pages
isbn : 9795117661 (isbn13: 9789795117667)

Rating : 4 of 5 stars
Bookshelves : buku-hadiah, my-shelf
Status : Read in February, 2010

Thanks to Asrori for buying me this book. I love it so much...!

Lasi, seorang perempuan desa dengan segala keluguannya. Terlahir dengan darah campuran Jepang dan Indonesia, menjadikannya seorang perempuan dengan kecantikan khas yang unik, yang tidak dimiliki oleh perempuan-perempuan lain di desanya. Sayang nasib yang kurang beruntung selalu setia mendampinginya sepanjang masa kanak-kanak dan remajanya. Lasi kecil sering mendengar gunjingan yang menyakitkan hati dan telinga tentang perkawinan kedua orang tuanya. Label “Lasipang” pun melekat pada dirinya yang selalu menjadi bahan olok-olok teman-teman sebayanya. Hanya Kanjat-lah yang tak pernah mengolok-oloknya. Kanjat yang anak tengkulak gula terkaya di Karangsoga dan dua tahun lebih muda darinya, yang diam-diam menaruh hati padanya.

Pun ketika dewasa, label tersebut pula yang menyebabkan tak ada pemuda yang berani mendekatinya. Label yang menyebabkannya tak terpilih untuk lolos dalam penilaian babat, bibit, bebet yang sangat ketat dalam tradisi Karangsoga. Meski tak seorangpun menyangkal betapa kecantikannya mampu membuat hati setiap laki-laki yang memandangnya tergetar.

Adalah Darsa, lelaki keponakan ayah tirinya yang kemudian menikahinya. Namun kebahagiaan itu pun tak berlangsung lama. Darsa tertimpa musibah jatuh dari pohon kelapa ketika menyadap nira dan membuatnya tak berdaya selama 6 bulan. Setelah melewati masa sulit itu, ternyata Darsa malah mengkhianatinya dengan menanamkan benih pada Sipah, anak Bunek , tukang urut yang merawatnya.

Dalam keputus-asaan Lasi pergi membawa lukanya ke Jakarta. Ia terdampar di warung Bu Koneng, lalu beralih ke rumah mewah milik Bu Lanting. Lasi dimanjakan bak seorang putri, diberikan segala kemewahan yang tak pernah dimilikinya ketika masih menjadi istri Darsa di desa. Walau masih terasa gamang, perlahan Lasi mulai menikmati kehidupannya tanpa sadar bahwa ia tengah merangkak ke dalam sebuah perangkap yang telah disiapkan untuknya.

Ketidakmampuannya untuk menolak telah mengantarkan Lasi menjadi seekor bekisar pengisi sangkar emas bagi Handarbeni seorang purnawirawan kaya. Dunia yang sama sekali asing bagi Lasi. Gagap Lasi menyadari bahwa segalanya hanyalah sebuah permainan kotor ibukota. Jiwanya menjadi gelisah, segala yang dimilikinya sama sekali tidak memberikan ketenangan yang nyata. Meski hidup bergelimang harta, namun Lasi lebih menikmati hidup sebagai seorang petani gula di desanya. Dimana ia merasa mempunyai makna bagi kehidupan yang dijalaninya. Dimana setiap rejeki yang diterimanya benar-benar berasal dari keringat di tubuhnya atas kerja kerasnya.

Jauh di dasar hatinya, menghabiskan sisa hidupnya di Karangsoga adalah impian yang tak pernah pudar, meski ketakutan akan pandangan masyarakat di desanya tetap menjadi momok yang menyesakkan dada. Seandainya saja Kanjat berani mengambil tindakan yang lebih. Ya…, seandainya saja.

Seperti yang sudah-sudah, Ahmad Tohari selalu bertutur tentang kehidupan masyarakat kelas bawah dengan segala permasalahannya.
Buku ini menjadi lebih menarik karena penulis mengangkat kisah kehidupan para petani gula di desa Karangsoga. Melukiskan betapa kehidupan mereka sebagai bagian terbawah dari mata rantai sebuah siklus bisnis gula yang mendulang rupiah cukup banyak dan mampu memberikan kemakmuran bagi mereka yang berada pada susunan rantai teratas, harus terpuruk hidup dalam keterbatasan. Jangankan untuk menikmati kemewahan, dapat memenuhi kebutuhan akan bahan pangan sehari-hari pun sudah merupakan suatu kenikmatan yang teramat sangat mereka syukuri.
Seperti buku-buku Ahmad Tohari yang lain, suasana alam pedesaan pun sangat kental digambarkan dalam buku ini.

Tak berbeda jauh dengan Ronggeng Dukuh Paruk, Bekisar Merah juga mengangkat kisah tentang keluguan seorang perempuan desa yang tak berdaya dipermainkan oleh nasib, dimana mereka harus memainkan peranan yang sama sekali tak dapat dinikmatinya betapapun mereka berusaha, betapa mereka harus merelakan cinta sejati yang seharusnya dapat mereka miliki.

Benarkah bahwa kita manusia hanya menjalani apa yang telah digariskan oleh YANG MAHA KUASA ?? Segala yang terjadi dalam hidup kita telah diatur oleh-NYA. Lalu untuk apakah manusia diberi hati dan akal pikiran ?? Bukankah kedua hal tersebut seharusnya mampu membuat kita sebagai manusia menentukan pilihan hidup yang tepat ?? Wallahualam…..

No comments:

Post a Comment